Musibah demi musibah silih berganti terjadi di negeri kita tercinta ini. Mulai dari tanah longsor, banjir, gunung meletus dan sebagainya. Melihat begitu banyaknya musibah yang silih berganti itu, lalu muncul berbagai analisa baik secara ilmiah sampai yang sekedar menduga-duga saja. Bahkan yang lebih parah lagi justru ada yang mencari kesalahan pihak-pihak terkait dan merasa seolah dialah orang yang paling tahu cara mengatasi musibah. Masya Allah.
Tentu masih segar dalam ingatan kita bahkan hingga saat ini setiap hari masih disiarkan oleh beberapa televisi, yaitu musibah banjir yang melanda ibu kota Jakarta. Berapa ribu orang harus mengungsi karena rumahnya tergenang banjir. Bahkan perumahan elit yang kadang
meng-klaim bebas banjir pun tidak luput dari terjangan banjir tersebut. Lalu siapa yang mesti disalahkan? Nah, di sinilah banyak sekali pengamat yang memberikan komentar maupun analisa berbagai macam.
Terlepas dari mencari siapa yang salah atas musibah yang menimpa kita, tentunya kita semua harus mau kembali merenung dan mengintrospeksi diri kita masing-masing. Mungkin masih banyak dosa dan salah serta malah bangga dengan perbuatan salah dan dosa-dosa itu hingga Allah SWT menurunkan musibah. Bila hal ini yang terjadi berarti musibah itu merupakan adzab dari Allah SWT. Namun kalau kita sudah merasa tidak melakukan perbuatan dosa, kemudian musibah masih juga menimpa berarti itu adalah ujian untuk meningkatkan kualitas iman kita.
Bagi kita orang beriman, tentunya kita bisa mengambil hikmah positif dari adanya berbagai musibah itu. Salah satu hikmahnya adalah kita menjadi lebih bersatu dan rukun merasa senasib dan seperjuangan. Karena musibah, yang biasanya tidak saling kenal, lalu dikumpulkan oleh Allah SWT dalam suatu tempat pengungsian yang tidak lagi membedakan status sosial. Mereka jadi saling kenal, bersatu dan rukun. Para pejabat yang tidak biasa turun menengok rakyatnya, jadi tergerak hatinya untuk menengok rakyatnya di pengungsian..
Yang terpenting setelah musibah itu berlalu, apakah kita lantas melupakan begitu saja rasa persatuan dan kerukunan yang pernah dibina selama dalam pengungsian itu? Janganlah mudah melupakannya. Terus bina rasa persatuan dan kerukunan itu dalam kondisi apa pun juga agar musibah tidak kembali menimpa kita. Hidupkan silaturahmi, hidupkan sholat berjamaah di masjid, hidupkan kembali rasa persaudaraan dan tolong menolong dengan tetangga. Jangan saling caci, saling maki, dan saling kelahi.
Nah itulah salah satu hikmah dari sebuah musibah agar hendaknya menjadi bahan renungan dan peringatan bagi kita semua agar kembali hidup bersatu, rukun dan saling menghormati. Semoga.
Tentu masih segar dalam ingatan kita bahkan hingga saat ini setiap hari masih disiarkan oleh beberapa televisi, yaitu musibah banjir yang melanda ibu kota Jakarta. Berapa ribu orang harus mengungsi karena rumahnya tergenang banjir. Bahkan perumahan elit yang kadang
meng-klaim bebas banjir pun tidak luput dari terjangan banjir tersebut. Lalu siapa yang mesti disalahkan? Nah, di sinilah banyak sekali pengamat yang memberikan komentar maupun analisa berbagai macam.
Terlepas dari mencari siapa yang salah atas musibah yang menimpa kita, tentunya kita semua harus mau kembali merenung dan mengintrospeksi diri kita masing-masing. Mungkin masih banyak dosa dan salah serta malah bangga dengan perbuatan salah dan dosa-dosa itu hingga Allah SWT menurunkan musibah. Bila hal ini yang terjadi berarti musibah itu merupakan adzab dari Allah SWT. Namun kalau kita sudah merasa tidak melakukan perbuatan dosa, kemudian musibah masih juga menimpa berarti itu adalah ujian untuk meningkatkan kualitas iman kita.
Bagi kita orang beriman, tentunya kita bisa mengambil hikmah positif dari adanya berbagai musibah itu. Salah satu hikmahnya adalah kita menjadi lebih bersatu dan rukun merasa senasib dan seperjuangan. Karena musibah, yang biasanya tidak saling kenal, lalu dikumpulkan oleh Allah SWT dalam suatu tempat pengungsian yang tidak lagi membedakan status sosial. Mereka jadi saling kenal, bersatu dan rukun. Para pejabat yang tidak biasa turun menengok rakyatnya, jadi tergerak hatinya untuk menengok rakyatnya di pengungsian..
Yang terpenting setelah musibah itu berlalu, apakah kita lantas melupakan begitu saja rasa persatuan dan kerukunan yang pernah dibina selama dalam pengungsian itu? Janganlah mudah melupakannya. Terus bina rasa persatuan dan kerukunan itu dalam kondisi apa pun juga agar musibah tidak kembali menimpa kita. Hidupkan silaturahmi, hidupkan sholat berjamaah di masjid, hidupkan kembali rasa persaudaraan dan tolong menolong dengan tetangga. Jangan saling caci, saling maki, dan saling kelahi.
Nah itulah salah satu hikmah dari sebuah musibah agar hendaknya menjadi bahan renungan dan peringatan bagi kita semua agar kembali hidup bersatu, rukun dan saling menghormati. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar